Ads 468x60px

Jumat, 14 Oktober 2011

Deradikalisasi Koruptor


Bangsa kita saat ini dililit dua problem besar: korupsi dan terorisme, atau kekerasan atas nama agama. Kedua-duanya, selain dinilai perbuatan fasad fil ardh (kerusakan di muka bumi), juga ironi bagi bangsa kita yang dikenal bermoral baik dan damai selama berabad-abad. 


Seiring dengan kasus-kasus terorisme di Tanah Air sejak Bom Bali (2002) hingga kini, bangsa kita makin akrab dengan istilah deradikalisasi yang diusung pemerintah lewat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Deradikalisasi merupakan upaya menetralisasi paham radikal bagi mereka yang terlibat aksi terorisme dan para simpatisannya, serta anggota masyarakat yang telah terekspose paham-paham radikal melalui reedukasi dan resosialisasi serta menanamkan multikulturalisme. 


Drama penangkapan pelaku teror yang sering ditampilkan media massa dan euforia kemarahan terhadap ideologi menyimpang yang ada dalam otak pelaku teror, sering melalaikan kita atas penanganan dan pemberantasan korupsi. Ada ketimpangan cukup besar dalam upaya aparat penegak hukum memberantas aksi terror dan korupsi. Biasanya vonis untuk kasus terorisme rata-rata di atas tujuh tahun penjara, hingga hukuman mati. Bandingkan dengan vonis untuk kasus korupsi yang mayoritas "hanya" diganjar dua-empat tahun penjara, dan bisa dapat remisi, serta tak ada hukuman mati buat koruptor.

Selain soal vonis yang ringan itu, tak ada program atau langkah serius dari aparat penegak hukum untuk menetralisasi dan membunuh keserakahan materi sebagai akar persoalan korupsi, seperti halnya program deradikalisasi untuk teroris dan simpatisannya.

Padahal, kedua-duanya, jika kita mau jujur, berdaya rusak yang tinggi bagi moral dan keadaban manusia yang universal. Jika ulama sering berdalil dengan Alquran bahwa, "Siapa saja yang membunuh satu jiwa bukan karena membunuh orang lain atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan dia telah membunuh semua manusia" (QS al-Maidah: 32). Untuk mengutuk aksi terror, ayat yang sama juga harus dipakai untuk mengutuk keras korupsi dan mendorong hukuman yang menjerakan secara efektif bagi para koruptor dan calon-calon koruptor. 

Bukankah dengan korupsi seseorang telah merampas kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fasilitas-fasilitas umum dan memperkuat program pemberantasan kemiskinan yang melanda sebagian besar bangsa ini? Bukankah dengan hal tersebut, si koruptor telah membunuh dan menghilangkan kesempatan mayoritas anak bangsa untuk hidup lebih sejahtera dan masa depan yang lebih cerah?

Jika Densus 88 dan BNPT ditugasi memberantas terorisme dan program deradikalisasi, sudah sepantasnya KPK, selain mencegah dan menindak pidana korupsi, harus bekerja sama dengan kekuatan masyarakat madani di Tanah Air untuk melakukan deradikalisasi koruptor dengan langkah rehabilitasi akidah dan keimanan bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki.

Tak perlu ada korupsi jika semua orang sadar bahwa rezekinya telah diatur secara adil oleh Allah. Juga perlu reedukasi akhlak bagi para penyelenggara negara, serta wacana pemiskinan koruptor, hukuman mati, dan penerapan pembuktian terbalik dalam kasus korupsi perlu segera diimplementasikan.

0 Masukan:

Posting Komentar